Inilah yang paling sulit kulakukan terkait buku. Rasanya sayang membagi buku yang sengaja dikumpulkan sejak lama. Tapi suamiku sudah uring-uringan, karena rak buku makin penuh.
Sebenarnya pindahnya juga tidak jauh, ke Rumah Dunia (RD), perpustakaan yang kami dirikan sejak 2002. Letaknya persis di belakang rumah. Ada dua lokasi penyimpanan buku, yang kategori buku langka dan penting, disimpan di Surosowan, yang ini persis di belakang rumahku. Sedang buku-buku populer dan anak-anak disimpan di Balai Belajar Bersama, tak jauh pula. Hanya untuk menuju ke sana aku harus keluar areal lama RD.
Ini sudah kesekian puluh kalinya kami menyortir buku, lalu dilimpahkan ke RD. Selalu ada perasaan sama: setengah ikhlas. Tapi suamiku mengingatkan pentingnya berbagi. Agar buku kami lebih bermanfaat. Jika disimpan di tempat yang semua orang bisa mengaksesnya, bukankah amat menyenangkan? Jika buku bisa bicara, barangkali ia akan lebih bahagia, daripada kuketeki sendiri 🙂
Maka, puluhan buku berpindah tempat. Semula sedih hati ini. Tapi begitu melihat wajah relawan yang cerah dan senang melihat buku-buku itu, aku jadi terharu. Aku pun merasakan hal yang sama saat menerima kiriman pesanan buku-buku incaran.
Suamiku benar. Jika aku kangen buku-buku itu, aku tinggal melangkah ke belakang, dan bisa “meminjamnya” kapan pun. Meminjam, karena sudah dihadiahkan untuk Rumah Dunia. Dan benarlah kebahagiaan itu terasa jika kita berbagi. Aku suka mengunjungi buku-bukuku di sana, dan seperti merasakan seluruh buku bercengkerama satu sama lain. Kadang-kadang aku menemukan buku baru yang tergeletak di meja dengan lipatan di ujungnya, pertanda sedang dibaca relawan. Ah, bahagianya buku eks koleksiku dibaca!
Tapi, selalu ada yang harus disimpan sendiri di rak buku rumah kami. Buku-buku referensi yang kami perlukan, atau koleksi langka milik suami. Aku sekarang menahan diri jika berada di toko buku, agar tidak kalap lagi. Entah bertahan sampai kapan…;)