Hal Penting yang Tampak Tidak Penting

Suatu hari di sebuah restoran waralaba serombongan ibu-ibu meet up.
Posisi mereka di belakangku, jadi aku hanya mendengar pembicaraan. Bukan bermaksud menguping karena nada bicara mereka pun agak tinggi. Aku sedang makan sendiri di situ, setelah lelah memutari kota mengurus beberapa pekerjaan.

Ibu A : Iih .. Kangen tauk, ketemuan gini!
Ibu B : Eh Mbak, makin glowing aja. Pakai perawatan apa, sih?
Ibu A : Hahaha … Biasa aja, kok. Cuma kalau malam jangan lupa bersihin make up, trus siang-siang pakai pelembab.
Ibu B : Wah, aku paling males, tuh! Ngantuk mah tidur aja! Hahaha
Ibu C : Eh muka dia glowing tapi jangan salah, ubannya, udah banyak, Nek! Beda ama gue, uban baru berapa biji. Padahal umur tuaan gue! Hahaha ….

Jeda sebentar.

Ibu A : Ya, gakpapa uban banyak, asal buat mikirin anak-anak yatim di pondok …

Jeda agak lama.
Krik. Krik. Krik.
Aku ingin menoleh dan melihat ekspresi mereka, tapi tidak tega.

Setelahnya kudengar Ibu C tidak terdengar suaranya. Justru Ibu A yang lebih banyak mendapat pertanyaan atau sapaan.

Kadang kita pun lupa, mengatakan hal-hal yang menurut kita maha penting, sekadar menunjukkan diri sendiri. Padahal itu sungguh tidak penting.

Disclaimer dulu, ini kisah fiksi. Tetapi maafkan aku jika pernah melakukannya 🙏

Kita Ada karena Berarti dan Istimewa

Banyak pergeludan, perundungan berujung tragedi di lini masa. Tambah lagi kabar Semeru bergejolak. Ya Allah, lindungi kami.

Yuklah, mari saling dukung atas nama kebaikan, saling mendoakan, berhentilah julid dan gelud, saling menjaga kesehatan dan keselamatan bersama, gaes. ❤️

Hari-hari muram ini harus dicerahkan dengan segala cara. Buatlah dirimu bahagia meski hanya sedikit. Yakinlah kamu itu sangat berarti, makanya diberi hidup di bumi. Jika merasa bebanmu berat, kamu perlu mencari cara meringankannya. Susah? Iya. Makin keras usahamu mencari cara, makin berartilah hidupmu.

Percayalah pada kombinasi usaha keras, doa khusyuk, dan pasrah pada ketentuan-Nya. Jangan berhenti berusaha, ya. Cari positive vibes, kalau punya temen toxic, tinggalin. Teman baik masih banyak. Bisa, yok, bisa!

Kenapa fotonya coding? Iya, itu salah satu caraku membahagiakan diri. Belajar sesuatu yang aku suka, kali ini coding dan math. Mungkin nggak ada hubungan langsung dengan pekerjaan dan urusanku. Tapi ini menyenangkan. Aku menjadi sibuk dan nggak ingat hal-hal sedih.

Ada, sih, sedikit sedihnya. Murid-murid lainnya jago-jago. Padahal masih SD atau SMP. Malah ada usia TK. Ya ampun, cepat sekali mereka menyerap ilmu. Berbeda denganku, harus nak-nik-nak-nik. Bari nggak ketemu hasilnya. Hahaha. Gakpapa, nanti lihat tutorialnya lagi. Aku nggak punya target apa pun selain menuntaskan keingintahuan pada ilmu ini.

Tentu saja tidak harus meniru caraku. Kalian pasti punya cara sendiri, karena kalian istimewa dan berarti di hidup ini. ❤️

Cara Cepat Mengirim Paket

Sejak pandemi melanda aku menahan diri sebisa mungkin tidak keluar rumah jika tidak penting. Alhamdulillah banyak pekerjaan bisa ditangani melalui online.

Tetapi khusus untuk pengiriman pesanan bros, gelang dan konektor masker, biasanya kutangani sendiri. Pilihan ekspedisi pun harus dikomunikasikan dengan pelanggan terkait dengan biaya dan lama pengiriman.

Awalnya masih bisa mlipir tipis-tipis ke kurir yang dituju. Lama-lama risih juga sering keluar rumah dan bertemu dengan banyak orang, terutama jika antre di kantor perwakilan ekspedisi.

Akhirnya kucari aplikasi pengiriman yang sesuai dengan kebutuhan. Jadilah aku mengunduh TIKI. Fitur di dalamnya cukup memenuhi kebutuhan pengiriman paket produk  Craftastoria, merek yang sedang kurintis.

Berhubung produk yang kubuat harus dipack kuat agar tidak rusak saat diterima pelanggan, jadi aku akan lebih cerewet saat mengirim. Untunglah mas-mas kurir baik hati mendengar pesanku agar tidak membanting paketku.

Saat aku butuh pick up paket lebih cepat telah ada fitur Jempol, singkatan dari Jemputan Online. Ini lebih mudah jika paket dalam kondisi urgent. Biasanya tidak sampai satu jam kemudian paket akan diambil kurir.

Berhubung ada beberapa pelanggan setia, kadang aku capek nulis alamat berulang-ulang. Nah, dalam aplikasi TIKI ada fasilitas buku alamat. Tinggal pilih pelanggan setia mana yang perlu dikirimi paket. Bahkan karena kemudahan ini, aku kadang iseng kirim hadiah untuk pelanggan produk Craftastoria.

Saat ada paket yang entah kenapa muter-muter nggak sampai ke alamat tujuan, aku bisa dengan mudah kontak Costumer Service. Nanti petugas CS bantuin mencari ada di mana paket itu. Tapi itu jarang sekali terjadi, biasanya sih lancar jaya.

Begitulah kisahku bersama TIKI. Yuk, ah, udahan dulu ya, aku mau input alamat-alamat pelanggan baru di fitur buku alamat dalam aplikasi TIKI. ❤️

#PakeTIKIAja #MakePeopleHappy #BeraniBerubah #TIKIID

#KEBxTIKI

Vaksinasi dan Antreannya (1)

Senin pagi (5/7) akhirnya aku dan si sulung jadi divaksin juga. Ini kedatangan kelima di dua lokasi demi ikhtiar menghadapi pandemi.

Pertama datang ke RS Bhayangkara di Sempu, Serang. Di pintu masuk sudah dilarang masuk, antrean vaksin mencapai batasnya, 200 orang. Bhaique, besok kami datang lebih pagi.

Pukul setengah tujuh esoknya kami sudah sampai ke RS sama. Tapi sudah ada 100 orang di dalam, jadi tidak membuka kuota lagi. Okelah, besok lagi, lebih pagi lagi.

Zonk juga. Setelah dua hari menerima vaksinasi untuk usia 18+ ternyata instruksi di beberapa RS dan Puskesmas kembali hanya menerima vaksinasi untuk lansia. Kami disarankan ikut vaksinasi massal di beberapa tempat akhir minggu itu, termasuk di RS sama. Aku memilih ke RS Bhayangkara karena belum lama dibuka jadi ruangan dan alatnya masih baru.

Di hari vaksinasi massal aku dan si sulung pun berangkat pagi-pagi. Sepanjang perjalanan kami memantau kabar di beberapa lokasi vaksinasi massal. Tujuan kami tetap ke RS Bhayangkara. Alhamdulillah dapat parkir di luar RS. Kami diarahkan ke halaman selatan yang menjadi lokasi vaksinasi.

Ya Allah… Sudah puluhan orang berdesakan di pintu masuk lokasi. Mau nggak mau kami ikut bergabung. Bagaimana lagi?

Lima belas menit menunggu di kerumunan, anakku resah. Kami juga belum sarapan. Akhirnya aku menuruti permintaan anakku untuk mundur. Ia minta maaf keukeuh minta pulang. Aku meyakinkannya itu keputusan terbaik.

. Pasti nanti ada saatnya.

Kenapa keukeuh vaksinasi sekarang?

Anakku kuliah di Tiongkok, dan sertifikat vaksinasi yang dibolehkan di sana adalah jenis Sinovac. Sekarang ini yang disediakan pemerintah adalah jenis sama dan ini ikhtiar kami di tengah pandemi. Jadi kami mengambil kesempatan ini mengingat ada jeda waktu dari pemberian vaksinasi ini. Berharap keadaan membaik, sehingga saat berkesempatan kembali ke kampus urusan sertifikat vaksin si sulung sudah beres.

Jadi kapan vaksinnya?

Ntar ya, tulisan ini biar naik dulu biar nggak kepanjangan. 😂

(Bersambung ke bagian 2)

Menghafal Quran di Usia “17+”

Menghafal surah Quran di usia segini (catet yah, 17+) sangat sulit (buat saya). Tidak perlu lagi penyesalan membuang puluhan tahun tanpa kerja keras menghafal.

Saya ganti penyesalan itu dengan niat sekuat-kuatnya. Sudah lama niatan ini ada, sempat ingin menjalani semacam boarding school khusus menghafal Quran. Tapi saya bukan tipikal orang yang rajin kursus. Tipe belajar saya otodidak, dari mana saja bahannya. Yang penting menyesuaikan jadwal saya dan keluarga.

Niat ini semakin menggebu ketika membaca postingan teman baik (dan baik hati banget) tentang resolusi 2016-nya. Mirip dengan saya: turun berat badan dan hafal 30 juz. Ini resolusi saya sejak tahun berapa tahu, dan selalu gagal. Tapi saya tidak berani menargetkan 30 juz. Hadeeh terlalu berat. Terserah deh dapat berapa juz. Pokoknya saya harus mulai. Berat badan turun bukan prioritas utama, da saya suka ngemil. Tapi mulai menghafal adalah keharusan.

Mulailah saya kembali menulis ulang di kertas HVS beberapa surah, sekadar mengingatkan kembali ayat-ayat favorit. Lalu setiap sholat dibaca setelah Al Fatihah. Selama seminggu hanya 1 surah itu yang dibaca. Kertasnya saya simpan di sebelah sajadah. Awalnya masih membaca, benar-benar membaca. Lalu sesekali melirik saat lupa.

Sudah berhasilkah? Belum hafal sepenuhnya. Tapi ketakutan ketidakmampuan menghafal perlahan surut, berganti dengan semangat dan keyakinan akan berhasil. Sampai sekarang masih dalam proses. Semoga istiqomah. Aamiin.

Selain itu, saat mengantar anak-anak sekolah, saya setel murottal sesuai hafalan anak-anak. Apakah lantas tidak setel musik sama sekali? Tidak juga. Sepulang mengantar, saya sesekali mendengarkan radio. Tapi itu jarang, mulai nyaman saat mendengar kembali murottal surah hafalan. Jadi saya kondisikan saja sesuai kenyamanan. Kadang juga tidak setel apa pun. Dan biasanya waktu berlalu garing, hambar, sia-sia. Kecuali ada obrolan bermutu dengan teman berkendara.

Ini belum final. Bahkan kalau sudah hafal pun tidak akan pernah final. Selalu ada yang menarik dari terjemahan Quran. Semakin banyak dibaca, semakin tahu diri ini "apalah-apalah".

Jadi postingan ini apalah, tidak pantas digunakan untuk menyombongkan diri di depan manusia. Cuma barangkali bisa memotivasi yang lain untuk mengikuti. Siapa tahu kita bisa saling sebut nama saat penentuan kapling di Jannah kelak. 🙂

Barakallah.

Menghafal Quran Bersama Anak

Menemani anak lelaki menghafal Al Mursalat. Susah buatku, tapi harus dimulai. Sesuai perjanjian, tiga ayat setiap hari. Insyaa Allah tiap selesai maghrib.

Cuma tiga ayat? Dikit amat. Biarkan dulu. Menikmati proses. Kuajak berhitung, 50 ayat dalam satu surah, tiga ayat sehari, selesai berapa hari? Lama. Hayuk, kalau mau dipercepat berarti nambah ayat perhari. Belum mau, jangan dipaksa. Harus tertanam di hati. Pancangkan dulu kecintaan pada firman-Nya.

Bismillah. Ya, ini pamer kebaikan. Berharap menginspirasi banyak orang. Silakan ditiru jika suka dan cocok. Semoga jadi manfaat dunia akhirat.

Ada saran atau tips menghafal Al Quran? Silakan tulis di komen, aku sangat membutuhkan.

AKU MELAHIRKAN IBU

Entah kenapa tiba-tiba pengin nulis ini. Padahal bukan pasca melahirkan, ngidam juga bukan. Tapi selalu senang mendengar kabar kehamilan dan kelahiran teman-teman. Pasti kebahagiaan berlipat ganda sedang menyelimuti mereka.

Pun untuk beberapa nama yang teringat belum memiliki keturunan, dalam diam kumohonkan izin-Nya agar dititipkan-Nya amanah janin dalam rahim para perempuan yang sabar itu. Beberapa yang kemudian mengabarkan pada semesta kehamilan yang amat ditunggu, membuatku ikut bersyukur doaku diijabah. Padahal mungkin upaya dan doa perempuan dan pasangannya itu jauh lebih besar dari doaku. Padahal mereka pun tak tahu aku mendoakan, dan biarlah jadi rahasia antara aku dan Allah. Membahagiakan orang lain tanpa sepengetahuan mereka adalah kenikmatan cinta pada-Nya.

Memiliki anak memang anugerah yang tak habis dikatakan. Kisah tentang kanak-kanak tak pernah menjemukan, selalu menjadi penghibur hati dan tubuh yang berat karena usia. Lalu muncul penyesalan-penyesalan tidak maksimalnya sebagai orangtua mengasuh dan mendidik mereka saat kecil. Juga kekhawatiran akan hidup anak-anak setelah orangtua tiada, padahal apalah orangtua yang juga manusia, bukankah IA Sebaik-baik Penolong, dan sering dilupakan. *istighfar*

Melihat anak-anak tumbuh dewasa, makin mengingatkan saat mereka kecil, bahkan detik-detik kelahiran. Rasa sakit mulas rahim yang ambangnya berbeda tiap anak, segera saja terlupa begitu melihat geliat bayi merah. Kemana perginya penderitaan selama menunggu pembukaan lengkap? Mana rasa sakit dan kecemasan saat mengejan? Bayangan kematian yang terasa amat dekat tadi pun lenyap. Entahlah, semua seperti khayalan. Dunia tampak berubah begitu saja saat mereka hadir.

Hari-hari menjadi berbeda, digerus keletihan dan keharusan terjaga saat tubuh meminta rehat. Ada kalanya ketidaksiapan itu menjadi bumerang yang siap saling menyalahkan. Fase saat perempuan menjadi amat labil dan jika tidak berdaya akan menganggap segala kesalahan adalah miliknya. Karenanya. Saat seperti ini dibutuhkan dukungan tanpa pertanyaan dari pasangannya. Kalian, para bapak tidak akan memperoleh jawaban atas ribuan tanya kenapa. Hujanilah dengan sentuhan sayang, pelukan lembut dan pengertian seluas samudera. Itu cukup buat para istri. (oh jangan lupakan materi tentu. Nanti aku diamuk massa perempuan jika tidak memasukkan ini. Hahaha)

Memiliki bayi adalah tanggung jawab bersama, begitu pun mendidiknya. Menjadi orangtua adalah fase terpanjang dan terberat. Beberapa teman mungkin memilih tidak mengambil peran itu karena merasa tak mampu memikulnya. Padahal yakinlah, begitu diamanahi janin, tubuh dan jiwa sudah siap menjadi orangtua. Tinggal belajar lebih banyak lagi.

Belajar banyak hal baru yang semula diabaikan. Belajar sepanjang masa. Begitulah bayi memberi banyak hal, sejak ia ada dalam rahim, sebelum calon ibu tersadar. Ia bersemayam berbulan-bulan, mengajar dan menemani perempuan melewati proses panjang menjadi ibu.

Ruang kerja, 30 Januari 2017
Terima kasih tak terhingga kepada ibuku yang karena beliaulah aku lahir dan menuliskan ini. Barakallah.
*) judul ini beberapa kali melintas, merupakan judul puisi yang saya tulis beberapa bulan setelah kelahiran anak pertama.

PAPEDA-AN

Sebenarnya saya suka memasak, meski tidak mahir. Cuma seringkali waktu memasak sedikit, walhasil begitu punya waktu luang, dapur menjadi tempat istimewa untuk berkarya. Saking ingin menjadikan moment istimewa, beberapa kali kami berpura-pura mengunjungi sebuah rumah makan padahal hanya di meja makan rumah.

Anak-anak pun suka diberi kesempatan memesan menu yang mereka inginkan. Tentu saja menunya sudah saya tetapkan dulu sesuai ketersediaan bahan di kulkas.

Walaupun itu hanya terjadi beberapa kali, karena membutuhkan tenaga ekstra mengerjakannya sendiri. Hahaha. Alhamdulillah selama ini masakan tidak tertolak. Jika ada keberatan kami ingatkan pada yang nasibnya tak seberuntung kami. Biasanya sih berhasil membuat anak-anak menyantap masakan. Awalnya berat, tapi lalu lupa karena larut dalam percakapan.

Seperti malam itu, tiba-tiba saja saya ingin memasak papeda, masakan khas daerah Maluku dan sekitarnya. Ada stok sagu ambon, ikan dan bumbu paliat. Gerak cepat memasak, jadilah papeda-papedaan.

Suami saya pernah cerita kelezatan papeda. Beberapa kali menyajikan untuknya dinilai memuaskan. Hahaha. Kali itu saya berharap sukses pula.

Berhubung baru pertama menggunakan sagu ambon yang sudah dikemas cetakan, saya salah perkiraan. Sebaiknya sagu direndam air dingin dulu sampai larut baru dimasak. Tapi karena buru-buru, saya kelupaan. Begitu air mendidih, saya masukkan sagu cetak. Baru nyadar setelah melihat beberapa gumpalan tidak larut. Segera disaring dan dihancurkan, tapi sagu kering telah jadi bubur. Ya sudah, meneruskan yang ada. Parahnya, takaran air kebanyakan, hasilnya agak encer. Huhuhu…

Sementara sagu dingin, ikan menunggu matang. Berharap jika sagu telah dingin akan mengental dengan sendirinya. Sayang, saya bukan penyihir. Jadi sagu tetap begitu. Baiklah.

Saat makan tiba. Ada keheranan anak-anak dengan menu baru yang baru pertama mereka temui. Ada penolakan demi melihat bubur encer. Tapi kami provokasi ini saatnya mengenal masakan dari daerah Indonesia bagian timur. Alhamdulillah anak-anak mau mencoba, di tengah komentar ini-itu yang tidak menyakitkan.

Demikian acara "kukenit" alias cook and eat bersama saya, "chep" abal-abal dalam menu papeda-an. Suatu hari nanti mau belajar bikin papeda beneran sesuai resep asli.

Rumah, 27 Oktober 2016
#latepost #papeda #kuliner #maluku #sagu #masakanindonesia

I AM YOUR LEFT HAND (2)

Punya suami traveler itu harus kuat. Kuat ditinggal-tinggal, dan kuat dengerin cerita perjalanannya. Kecuali suaminya pendiam dan jarang cerita.

Kalau kayak suamiku, belum ditanya udah cerita duluan. Herannya, sampai seminggu masih aja ada bahan yang belum selesai dikisahkan. Hahaha.

Baru juga nyampai, nanya kabar, lalu mandi, trus kumat maagnya.
"Maah, Maah.. Pijitin tangan sini!"
Hihihi.
Sambil menikmati pijatanku, dia cerita kronologi perjalanannya. Aku sih senang-senang saja dengernya, namanya juga sebagai istri salihah wannabe. Kalau kelihatan aku bosan, dia ubah ceritanya jadi lucu, jadi bikin aku ketawa. Eh salah, bikin aku jadi ketawa. (mudeng ora bedane, son!)

Pokoknya ndak ada habisnya stok ceritanya. Walau secara alur maju sudah kronologis, kalau ingat ada yang belum diceritakan, alurnya berubah jadi flashback. Hampir semua diceritakan, ketemu siapa pun. Termasuk ketemu teman wanita atau malah mantan. Dia cerita sejujurnya. Tahunya kalau dia jujur? Sebulan setelah itu saya tanya lagi, dan ceritanya masih sama. Hehehe.

Waktu awal menikah juga sempat termehek-mehek kalau dia harus tugas keluar kota, bahkan cuma sehari dua. Tapi karena setiap pulang dia cerita semuanya, lama-lama saya mencoba mengerti. Capek juga cemburu dan dicemburuin. Toh jadiannya juga sama saya. Pulang juga ke saya. Jadi ya, percaya saja. Indikator lain adalah sholatnya. Kalau ada yang masih disembunyikan, pasti tampak dari sholatnya yang gelisah.

Kalau sudah begitu, tinggal nunggu waktu kapan akan cerita. Biasanya yang begini soal serius. Saya (kok jadi ganti saya, ya? Yah, sudahlah, malas editnya. Hihihi.) akan meluangkan waktu khusus mendengar kegelisahannya. Setelahnya ya lega, solusi ditemukan. Sudah, nggak ada ganjalan.

Saya yakin dia merasa saya tahu banget tentang dia. Jadi cerita ke saya membuatnya nyaman, nggak khawatir saya kalap. Sekalipun cerita itu berpotensi mengingatkan pada lagu-lagu Betharia Sonatha. (Lah napa dia yang salah?)

Jika suatu kali ada yang mengompori cerita yang terlupa diceritakan misua, saya tinggal nagih aja cerita lengkap setelah pulang. Jadi jangan berharap ada keributan di rumah soal-soal begini. Keributan di rumah hanya terjadi saat ada gol masuk gawang di pertandingan sepakbola.

Begitulah saya menempatkan diri di sampingnya. Sebagai apa pun, terlebih lagi sebagai tangan kirinya.

Rumah Dunia, 26 Oktober 2016