EMPAT, EUY! REPOT, TAPI BAHAGIA!

Subhanallah, alangkah senangnya saat kami dapat momongan yang ke-4. Aneh mungkin buat orang lain, apalagi ini bukan anak pertama, punya anak lagi adalah hal biasa, cenderung lebih repot.
Ya, aku sendiri juga merasakannya, repot banget malah! Bayangkan, keempat-empatnya belum mandiri semua, sedangkan tiap anak punya karakter berbeda, butuh penanganan yang tidak sama. Tambah lagi, anak ketiga, Odie baru 14 bulan saat punya adik lagi dan belum bisa jalan. Ini diperparah dengan rasa cemburunya yang amat besar pada adik bayi perempuannya, Azka.
Tapi, diluar dugaan, ada perkembangan menarik pada diri anak yang lain, Abi, anak kami nomor dua. Setelah papahnya tidak kos lagi di Jakarta dan memilih pulang – pergi Serang – Jakarta, Abi mau dan antusias menempati kamar di lantai dua, yang dipersiapkan untuknya kelak jika dewasa. Papahnya lantas mendandani kamar di atas dengan gambar-gambar Spider-Man, Dora, dan Spongebob. Bahkan komputer disediakan untuknya bermain game.
Tidak kos lagi, itu memang permintaan dari aku, mengingat anak kami ada empat, bayangkan kalau hanya ketemu saat weekend. Untuk jaman sekarang, kalau hanya mengandalkan kualitas pertemuan, gak bakal terwujud itu keluarga harmonis! Sok aja dilihat, apa saja yang mengelilingi anak-anak kita! Begitu tinggi angka kejahatan, dekadensi moral, dengan apa harus dibentengi anak-anak itu?
Aku bisa saja mencekoki anak-anak dengan pondasi agama, tapi tetap saja mereka butuh figur teladan ayah yang ditemui tiap hari, agar segala didikan ibunya tidak timpang. Ada lagi yang penting: logika berpikir anak-anak tetap berjalan, dan ada hakim yang menengahi perselisihan. Kadangkala anak-anak protes, menganggap ibunya terlalu mengatur. Kalau sudah begitu pasti ada yang ngambek, marah, menangis. Semuanya jadi gak bisa berpikir jernih. Baca lebih lanjut